Dalam proses perizinan berusaha di Indonesia, pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) tidak hanya diwajibkan memiliki NIB, tetapi juga dokumen lingkungan sebagai bukti komitmen terhadap pengelolaan dampak kegiatan usahanya.
Tiga dokumen yang paling sering disebut dalam hal ini adalah SPPL, PKPLH, dan SKKL.
Meskipun sama-sama berkaitan dengan izin lingkungan, ketiganya memiliki fungsi, tingkat risiko, dan mekanisme penerbitan yang berbeda.
Memahami perbedaan antara SPPL, PKPLH, dan SKKL penting agar pelaku usaha tidak salah langkah dalam mengurus legalitasnya.
Sekaligus memastikan kegiatan bisnis berjalan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Mengenal Dokumen Lingkungan: SPPL, PKPLH, dan SKKL
Dalam konteks perizinan usaha di Indonesia, pelaku usaha sering dihadapkan dengan keharusan memiliki dokumen lingkungan.
Tiga jenis dokumen lingkungan yang paling sering muncul adalah SPPL, PKPLH, dan SKKL.
Tiap jenis dokumen ini memiliki fungsi, cakupan, dan persyaratan yang berbeda, tergantung skala usaha dan potensi dampak lingkungan.
Apa itu SPPL?
SPPL adalah singkatan dari Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau kadang disebut Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup.
Isi SPPL adalah pernyataan dari penanggung jawab usaha/kegiatan bahwa ia bersedia dan sanggup melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
SPPL biasanya diterapkan untuk usaha atau kegiatan dengan dampak lingkungan relatif kecil atau tergolong risiko rendah.
Apa itu PKPLH?
PKPLH adalah singkatan dari Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dokumen ini lebih bersifat korektif, digunakan bila suatu usaha sudah berjalan tanpa memiliki izin lingkungan yang sesuai dalam regulasi terbaru.
PKPLH muncul dalam sistem OSS RBA ketika usaha yang sudah berjalan belum memiliki dokumen lingkungan yang “diatur ulang”.
Hal ini agar sesuai dengan sistem perizinan berusaha berbasis risiko.
Apa itu SKKL?
SKKL adalah singkatan dari Surat Kelayakan Lingkungan Hidup (kadang juga disebut “SKK-LH” atau Surat Kelayakan Kelayakan Lingkungan tergantung terminologi lokal).
Dokumen ini merupakan bentuk persetujuan lingkungan yang lebih “formal” dan komprehensif untuk usaha dengan potensi dampak lingkungan lebih besar.
SKKL umumnya diterapkan bagi usaha dengan risiko menengah hingga tinggi yang memerlukan verifikasi lingkungan lebih mendalam.

Perbedaan SPPL, PKPLH, dan SKKL dalam Perizinan Usaha
Berikut tabel ringkas perbandingan ketiga dokumen:
| Aspek | SPPL | PKPLH | SKKL |
| Fungsi utama | Pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan untuk usaha dengan dampak kecil | Penyesuaian dokumen lingkungan bagi usaha yang sudah berjalan tetapi belum memiliki izin lingkungan | Dokumen kelayakan lingkungan untuk usaha dengan dampak lebih besar / risiko menengah-tinggi |
| Kapan digunakan | Saat memulai usaha jenis risiko rendah / dampak kecil | Bila usaha sudah berjalan sebelum regulasi lingkungan terbaru | Untuk usaha baru atau skala besar yang termasuk daftar wajib |
| Kompleksitas / kedalaman | Paling sederhana, berupa surat pernyataan | Sedang, berupa dokumen yang menjelaskan kondisi lingkungan dan pengelolaan | Paling kompleks, bisa membutuhkan kajian teknis, verifikasi lapangan |
| Verifikasi / validasi | Diverifikasi oleh pejabat lingkungan di daerah (bupati/wali kota/gubernur) | Verifikasi teknis dari instansi lingkungan | Verifikasi dan evaluasi mendalam dari lembaga teknis lingkungan |
Sebagai catatan, istilah “UKL-UPL” (Upaya Pengelolaan Lingkungan & Upaya Pemantauan Lingkungan) sebelumnya banyak digunakan, dan dalam beberapa yurisdiksi digantikan atau disetarakan dengan PKPLH atau dokumen lingkungan lainnya sesuai regulasi terbaru.
Regulasi perizinan usaha berbasis risiko (OSS RBA) memetakan jenis dokumen lingkungan yang diperlukan berdasarkan klasifikasi risiko usaha.
Untuk usaha dengan risiko rendah, SPPL menjadi dokumen otomatis yang diperlukan.
Contoh SPPL yang Umum Digunakan oleh UMK
Sebagai contoh nyata, kita bisa melihat format SPPL (Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup) yang digunakan oleh Apotek Bellfast di Kota Semarang (Sumber: Scribd.com) .
Melalui contoh ini, pelaku UMK dapat memahami seperti apa isi dan struktur SPPL yang lengkap serta fungsinya bagi legalitas usaha.

Secara umum, SPPL terdiri dari beberapa bagian penting berikut:
1. Identitas Pemrakarsa dan Penanggung Jawab
Bagian pertama berisi informasi dasar tentang siapa yang menjalankan usaha dan siapa yang bertanggung jawab terhadap kegiatan pengelolaan lingkungan.
Isi bagian ini mencakup:
- Nama dan jenis usaha (misalnya apotek, restoran, bengkel, atau toko)
- Nama pemilik atau pimpinan usaha
- Jabatan pemilik/pengelola
- Alamat lengkap tempat usaha
- Nama dan jabatan penanggung jawab lingkungan (misalnya apoteker, kepala bengkel, manajer operasional, dll.)
- Dokumen izin yang sudah dimiliki seperti sertifikat tanah, izin lokasi, atau izin usaha dari OSS
Tujuan bagian ini memastikan identitas pelaku usaha jelas dan memiliki tanggung jawab hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
2. Lokasi Kegiatan Usaha
Bagian ini menjelaskan lokasi tempat usaha dijalankan, lengkap dengan batas-batas wilayah di sekitarnya.
Biasanya mencakup:
- Alamat lengkap lokasi kegiatan
- Batas utara, selatan, timur, dan barat
- Peta lokasi atau citra satelit untuk memperjelas posisi usaha
Tujuannya untuk memastikan lokasi usaha sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan tidak berada di kawasan yang dilarang, seperti area konservasi atau pemukiman padat.
3. Skala dan Kapasitas Usaha
Bagian ini menggambarkan ukuran dan intensitas kegiatan usaha yang dapat memengaruhi lingkungan.
Poin-poin yang dimasukkan antara lain:
- Luas lahan dan bangunan
- Kapasitas kegiatan atau jumlah pelanggan per hari
- Jumlah tenaga kerja beserta asal dan tingkat pendidikannya
- Jam operasional usaha
- Penggunaan energi (listrik, bahan bakar)
- Penggunaan air harian dan sumbernya
- Fasilitas darurat seperti APAR (alat pemadam api ringan)
- Fasilitas penunjang kegiatan (meja racik, wastafel, pendingin ruangan, komputer, dll.)
Tujuannya memberikan gambaran seberapa besar potensi dampak lingkungan yang mungkin timbul dari aktivitas usaha.
4. Matriks Pengelolaan Lingkungan
Ini adalah bagian inti dari dokumen SPPL. Di sini tercantum berbagai potensi dampak lingkungan dan langkah-langkah yang akan dilakukan untuk mengelolanya.
Contoh isi tabel pengelolaan lingkungan:
| Jenis Dampak | Sumber Kegiatan | Upaya Pengelolaan | Lokasi | Waktu | Penanggung Jawab |
| Kualitas udara | Kendaraan keluar-masuk | Menanam tanaman hijau & gunakan masker | Area apotek | Harian | Pemilik |
| Kebisingan | Aktivitas kendaraan | Pasang peredam suara | Area apotek | Harian | Pemilik |
| Air limbah | Toilet & cuci tangan | Gunakan septic tank & peresapan | Dalam area | Harian | Pemilik |
| Sampah | Aktivitas harian | Pisahkan sampah organik & anorganik | Sekitar apotek | Harian | Pemilik |
Fungsinya, menunjukkan komitmen usaha untuk menjaga lingkungan dari pencemaran udara, air, suara, maupun limbah padat.
5. Matriks Pemantauan Lingkungan
Setelah menetapkan langkah pengelolaan, bagian ini menjelaskan bagaimana pelaku usaha akan memantau hasilnya secara rutin.
Kegiatannya meliputi:
- Mengecek kualitas air limbah secara berkala
- Mengukur tingkat kebisingan atau emisi kendaraan
- Mengevaluasi volume sampah yang dihasilkan per hari
- Mencatat dan menindaklanjuti keluhan masyarakat
Tujuannya memastikan seluruh komitmen lingkungan benar-benar dijalankan dan bisa dievaluasi secara berkala.
6. Aspek Sosial dan Budaya
SPPL juga menekankan hubungan usaha dengan masyarakat sekitar.
Contohnya:
- Menyerap tenaga kerja dari warga lokal
- Menjaga komunikasi baik dengan lingkungan sekitar
- Turut serta dalam kegiatan sosial seperti penghijauan, kerja bakti, atau peringatan Hari Kemerdekaan
Untuk mencegah potensi konflik sosial serta memperkuat citra positif usaha di mata masyarakat.
7. Komitmen dan Penandatanganan
Bagian terakhir adalah pernyataan resmi dari pemilik usaha bahwa seluruh isi SPPL akan dijalankan dengan sungguh-sungguh.
Biasanya disertai dengan:
- Tanda tangan pemilik dan penanggung jawab lingkungan
- Stempel perusahaan atau usaha
- Tempat dan tanggal dibuatnya dokumen
Tujuannya: Menjadi bukti hukum bahwa pelaku usaha berkomitmen terhadap pengelolaan dan pemantauan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan.
Proses dan Persetujuan SPPL melalui OSS
Seiring penerapan sistem perizinan berusaha berbasis risiko (OSS RBA), proses pengajuan SPPL semakin digital dan terintegrasi. Berikut gambaran langkah-langkahnya:
1. Akses sistem OSS
Pelaku usaha masuk ke portal OSS dan mengajukan Nomor Induk Berusaha (NIB) jika belum memiliki.
2. Pemenuhan persyaratan lingkungan (komitmen lingkungan)
Dalam OSS, pelaku usaha diminta untuk melengkapi persyaratan dokumen lingkungan termasuk SPPL jika klasifikasi risiko usaha sesuai.
3. Unggah dokumen SPPL
Pelaku usaha mengunggah dokumen SPPL yang sudah diisi ke dalam sistem OSS.
4. Verifikasi / validasi dari instansi lingkungan daerah
Dinas lingkungan atau pejabat yang berwenang akan memeriksa dan memverifikasi dokumen yang diajukan.
Mereka mungkin melakukan survei lokasi usaha untuk memastikan kebenaran kondisi.
5. Penerbitan validasi / persetujuan lingkungan
Jika pemeriksaan dan validasi dinyatakan layak, sistem OSS akan menerbitkan status persetujuan lingkungan berupa SPPL elektronik.
6. Integrasi dengan izin usaha / legalitas lainnya
SPPL akan menjadi salah satu komponen syarat legalitas usaha yang harus dipenuhi sebelum kegiatan dimulai atau dioperasikan.
Contoh syarat yang biasa diminta:
– Fotokopi KTP pemohon
– Surat persetujuan warga sekitar
– Bukti kepemilikan lokasi / sewa
– Layout kegiatan
– Bukti kesesuaian tata ruang
– Dokumen izin lain (IMB, izin usaha) sebagai lampiran.
Dalam beberapa kasus, izinnya bisa langsung otomatis apabila bidang usaha sudah dikategorikan sebagai risiko rendah dan persyaratannya sesuai.
Pentingnya Kepatuhan Dokumen Lingkungan bagi Usaha
Memiliki dan mematuhi dokumen lingkungan seperti SPPL (atau PKPLH / SKKL bila diperlukan) sangat penting bagi usaha Anda, dengan alasan:
– Legalitas usaha: Usaha yang tidak memiliki dokumen lingkungan sesuai bisa terkena sanksi administratif atau hukum.
– Keamanan hukum: Dengan dokumen yang valid, Anda terhindar dari konflik hukum terkait pelanggaran lingkungan.
– Citra dan kepercayaan publik / pelanggan: Kepatuhan terhadap lingkungan menunjukkan tanggung jawab sosial dan usaha yang berkelanjutan.
– Pengurangan risiko lingkungan: Dengan membuat komitmen pengelolaan dan pemantauan, usaha dapat mengurangi dampak negatif lingkungan yang bisa memicu kerugian jangka panjang.
– Pemenuhan syarat pendukung izin lainnya: Dokumen lingkungan sering menjadi komponen wajib untuk izin usaha, IMB, atau izin sektoral lain.

Solusi Praktis Mengurus SPPL untuk Usaha Kecil
Banyak pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) sering menyepelekan dokumen lingkungan seperti SPPL, padahal tanpa dokumen ini, usaha bisa dianggap belum memenuhi syarat legalitas penuh di mata pemerintah daerah.
Masalah yang sering muncul adalah ketidaktahuan format SPPL yang benar, kesulitan menyusun matriks pengelolaan dan pemantauan lingkungan, hingga minimnya pemahaman tentang dampak lingkungan sederhana yang wajib diantisipasi.
Supaya lebih mudah dan tidak salah format, banyak UMK kini memilih pendampingan profesional. Dengan VALEED, usaha bisa tetap legal, aman dari sanksi, dan menunjukkan kepedulian nyata terhadap lingkungan.
KLIK LINK DI SINI untuk Konsultasi GRATIS!



