Mendirikan Perseroan Terbatas (PT) kerap dianggap sebagai langkah strategis untuk meningkatkan kredibilitas usaha.
Namun, status badan hukum ini otomatis membawa konsekuensi: serangkaian kewajiban pajak dan administrasi yang harus dipenuhi.
Di atas kertas, regulasi pajak untuk PT terlihat jelas dan terstruktur. Landasan hukumnya berawal dari UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, lalu diperbarui melalui UU Cipta Kerja (UU 11/2020) beserta aturan turunannya.
Aturan tersebut menegaskan bahwa PT adalah entitas hukum terpisah, dengan kewajiban administratif seperti pelaporan ke Kemenkumham, penyusunan anggaran dasar, hingga RUPS tahunan.
Namun, di lapangan situasinya sering lebih rumit.
Kita akan bahas di artikel ini.
UU PT Terbaru: Ringan di Kertas, Berat di Lapangan
Undang-Undang Perseroan Terbatas yang paling dikenal adalah UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Namun, sejak disahkannya UU Cipta Kerja (Omnibus Law, UU 11/2020), beberapa ketentuan PT juga mengalami perubahan melalui amandemen UU PT dan regulasi turunannya.
Secara normatif, UU PT memastikan bahwa PT adalah badan hukum terpisah, dan memiliki kewajiban administratif tertentu (misalnya pelaporan ke Kementerian Hukum & HAM, anggaran dasar, RUPS).
Tapi “di lapangan”, banyak perusahaan baru khususnya skala kecil menghadapi hambatan dalam pemenuhan administrasi dan kewajiban pajak karena biaya, kompleksitas regulasi, dan kurangnya pemahaman pajak.

Tantangan Proses Pendirian PT Berdasarkan UU PT
Secara hukum, mendirikan Perseroan Terbatas (PT) diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dengan sejumlah perubahan melalui UU Cipta Kerja (UU No. 11 Tahun 2020) dan aturan turunannya.
Aturan ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan, khususnya bagi pelaku usaha kecil.
Namun, praktik di lapangan seringkali menghadirkan tantangan tersendiri.
1. Syarat Jumlah Pemegang Saham
Sebelum UU Cipta Kerja, pendirian PT wajib dilakukan minimal oleh dua orang pemegang saham.
Ketentuan ini menjadi penghalang bagi pengusaha mikro atau kecil yang ingin membentuk badan hukum secara mandiri.
Melalui UU Cipta Kerja, lahir inovasi PT Perorangan untuk UMK, yang memungkinkan satu orang saja bisa mendirikan PT.
Kebijakan ini memangkas hambatan awal, tetapi dalam prakteknya masih banyak pelaku usaha yang belum familiar dengan prosedur dan kewajiban hukum PT Perorangan.
2. Penyesuaian Anggaran Dasar
Bagi PT yang berdiri sebelum UU Cipta Kerja, ada kewajiban melakukan penyesuaian anggaran dasar agar sesuai dengan regulasi terbaru.
Proses ini tidak gratis: harus lewat notaris, disahkan di Kemenkumham, dan bisa menimbulkan biaya tambahan.
Hal ini sering memberatkan PT lama, terutama yang skalanya kecil dan memiliki modal terbatas.
3. Kewajiban Administratif Rutin
Setelah berdiri, PT tidak berhenti pada legalitas awal. Ada sejumlah kewajiban administratif rutin, antara lain:
– Menyampaikan laporan perubahan anggaran dasar bila ada penyesuaian modal, struktur kepemilikan, atau susunan pengurus.
– Mengadakan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) secara reguler, baik fisik maupun elektronik.
– Menyampaikan laporan kepada instansi terkait, termasuk Kemenkumham dan instansi pajak.
Walaupun sebagian prosedur sudah bisa dilakukan secara digital, tetap saja banyak PT skala kecil yang merasa terbebani, baik dari sisi biaya maupun pengetahuan teknis.
4. Beban Birokrasi bagi PT Skala Kecil
Secara normatif, reformasi regulasi melalui UU Cipta Kerja membuat PT tampak lebih mudah dan “ringan”.
Namun realitas di lapangan berbeda.
Biaya notaris, kewajiban pelaporan, hingga risiko sanksi administratif membuat proses pendirian dan pemeliharaan PT bisa terasa berat, terutama bagi pengusaha mikro dan kecil yang baru memulai.
Hak vs. Kewajiban: Mana yang Lebih Membebani?
Mendirikan Perseroan Terbatas (PT) tidak hanya memberi status hukum yang lebih kuat, tetapi juga membawa serangkaian hak dan kewajiban.
Bagi banyak pelaku usaha, pertanyaan utamanya adalah: apakah hak yang didapat lebih besar dari kewajiban yang harus ditanggung, khususnya dalam urusan pajak?
Hak yang Dimiliki PT
- Status badan hukum terpisah → PT diakui sebagai entitas hukum sendiri. Artinya, pemegang saham hanya bertanggung jawab sebatas modal yang disetor.
- Akses ke pembiayaan → PT yang patuh pajak lebih mudah mendapat kepercayaan bank atau investor.
- Citra bisnis lebih profesional → Legalitas PT membuat perusahaan lebih kredibel di mata klien, vendor, maupun lembaga pemerintah.
- Kemungkinan mendapatkan insentif pajak → PT dengan kriteria tertentu (misalnya PT UMKM dengan omzet < Rp4,8 miliar) bisa memanfaatkan tarif PPh Final 0,5% sesuai PP 23/2018 yang kini diperpanjang hingga 2029.
- Perlindungan hukum → Dengan berbadan hukum, PT punya dasar kuat dalam perjanjian bisnis, sengketa, maupun hak kekayaan intelektual.
Kewajiban Pajak untuk PT
Di sisi lain, setelah resmi berdiri, PT wajib memenuhi ketentuan perpajakan yang tidak sedikit:
- PPh Badan (Pajak Penghasilan Badan)
PT dikenai pajak atas laba bersihnya. Tarif PPh Badan saat ini adalah 22%, dengan rencana penurunan ke 20% (UU HPP 2021). - Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Bila PT dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atas penyerahan barang/jasa kena pajak. Sejak April 2022, tarif PPN naik menjadi 11% (UU HPP Pasal 7). - PPh Pasal-pasal tertentu
- PPh 21 → dipotong atas gaji karyawan.
- PPh 23 → dipotong atas pembayaran jasa, sewa, atau dividen.
- PPh 25 → angsuran bulanan yang dibayarkan sebagai kredit pajak tahunan.
- PPh 26 → berlaku bila ada pembayaran ke wajib pajak luar negeri (royalty, bunga, dividen).
- PPh 21 → dipotong atas gaji karyawan.
- Kewajiban Administratif
- Memiliki NPWP Badan
- Mendaftar sebagai PKP bila omzet tahunan > Rp 4,8 miliar
- Menyampaikan SPT Tahunan Badan paling lambat akhir bulan ke-4 setelah akhir tahun pajak (biasanya 30 April)
- Menyimpan dan menyelenggarakan pembukuan sesuai standar akuntansi
- Menyampaikan laporan keuangan, perpajakan, serta laporan perubahan modal/direksi sesuai regulasi.
- Memiliki NPWP Badan
Bagi PT skala kecil, sering kali kewajiban terasa lebih menekan dibanding hak yang baru bisa dirasakan ketika usaha sudah berkembang.
Karena itu, penting bagi pengusaha untuk menyeimbangkan kepatuhan pajak dengan strategi pertumbuhan bisnis agar manfaat PT lebih terasa dibanding bebannya.
Pelaporan dan Perubahan PT: Birokrasi yang Perlu Diwaspadai
Setelah resmi berdiri, sebuah Perseroan Terbatas (PT) tidak bisa berhenti pada legalitas awal saja.
Ada kewajiban administrasi berkelanjutan yang harus dipenuhi agar status hukumnya tetap sah.
Perubahan-perubahan ini meliputi anggaran dasar, susunan direksi atau komisaris, komposisi saham, hingga penyelenggaraan RUPS tahunan.
Setiap perubahan membutuhkan akta notaris sebagai dasar hukum, kemudian harus disahkan dan didaftarkan ke Kemenkumham agar diakui secara resmi.
Selain itu, penyelenggaraan RUPS tahunan juga wajib dilakukan, yang kini sebagian sudah bisa menggunakan sistem elektronik sesuai aturan terbaru.
Namun, proses ini tidak gratis.
Perusahaan perlu menyiapkan biaya notaris, pendaftaran, hingga biaya teknis lainnya.
Bagi PT skala besar, hal ini mungkin sudah dianggap rutinitas. Tetapi bagi PT kecil dan menengah, kewajiban ini kerap terasa menyita waktu, tenaga, dan dana.
Karena itu, penting bagi pemilik PT untuk memahami bahwa pendirian badan usaha bukan sekadar soal modal awal, melainkan juga komitmen menjaga kepatuhan administratif dan pelaporan rutin agar terhindar dari sanksi maupun hambatan dalam operasional bisnis.
Dampak UU PT Terbaru pada Efisiensi Operasional Dunia Usaha
Perubahan regulasi melalui UU Cipta Kerja (UU No. 11/2020) dan aturan turunannya membawa sejumlah penyesuaian terhadap ketentuan Perseroan Terbatas.
Di satu sisi, aturan baru ini memberikan kemudahan administratif bagi pengusaha, namun di sisi lain tetap ada tantangan dalam penerapannya.
– Kemudahan bagi Usaha Mikro dan Kecil
Salah satu terobosan penting adalah lahirnya PT Perorangan, yang memungkinkan usaha mikro dan kecil mendirikan PT hanya dengan satu pemegang saham.
Ini memotong hambatan formalitas pendirian PT yang sebelumnya harus minimal dua orang.
– Digitalisasi Prosedur
Beberapa kewajiban administratif seperti RUPS elektronik, pengajuan dokumen, dan pelaporan online memberi peluang efisiensi.
Digitalisasi ini mengurangi kebutuhan tatap muka dan mempercepat proses birokrasi.
– Insentif Pajak untuk PT Skala Kecil
Pemerintah memberi keringanan melalui tarif PPh Final 0,5% (PP 23/2018) bagi UMKM berbentuk PT dengan omzet tahunan di bawah Rp 4,8 miliar.
Insentif ini telah diperpanjang hingga 2029 untuk memberikan kepastian fiskal dan mendukung pertumbuhan bisnis kecil.
– Tantangan Adaptasi
Meski ada kemudahan, banyak PT skala kecil belum siap melakukan pembukuan sesuai standar akuntansi atau transisi dari PPh Final ke tarif umum.
Kurangnya literasi perpajakan dan biaya kepatuhan bisa menjadi hambatan dalam memanfaatkan insentif secara maksimal.
– Efisiensi vs. Realitas Lapangan
Secara konsep, UU PT terbaru bertujuan meningkatkan efisiensi operasional dunia usaha.
Namun realitas di lapangan seringkali berbeda: biaya notaris, sanksi bila lalai melapor, hingga kompleksitas administrasi tetap menjadi tantangan bagi banyak pengusaha, terutama yang baru pertama kali mendirikan PT.

Rekomendasi Jasa Perizinan Usaha
Banyak calon pengusaha bingung menyesuaikan rencana bisnis dengan aturan terbaru, termasuk UU PT No. 40/2007 dan perubahan pasca Cipta Kerja. Proses perizinan yang panjang sering bikin bisnis tertunda, padahal legalitas adalah pondasi utama agar usaha aman dan dipercaya.
Valeed hadir sebagai solusi cepat, praktis, dan terpercaya untuk:
- Pendirian PT – kredibilitas tinggi & perlindungan hukum penuh.
- CV – pilihan praktis bagi UKM.
- PT Perorangan – cocok untuk UMKM & pebisnis pemula.
- Yayasan – untuk sosial, pendidikan, dan keagamaan.
- Koperasi – usaha bersama berbasis komunitas.
Dengan Valeed, kamu tak perlu pusing birokrasi.
Konsultasi pendirian legalitas usahamu gratis, dengan KLIK LINK DI SINI!



