Badan usaha non PKP dan PKP memiliki perbedaan signifikan dalam konteks perpajakan Indonesia.
Kedua status di atas telah diatur dalam Undang-Undang No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Status PKP (Pengusaha Kena Pajak) dan non PKP memiliki implikasi berbeda dalam hal kewajiban perpajakan, terutama terkait dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Pemahaman mengenai perbedaan status PKP ini sangat penting bagi kamu untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku.
Definisi Badan Usaha Non PKP
Badan usaha non PKP merupakan perusahaan yang masih belum diresmikan sebagai Pengusaha Kena Pajak oleh otoritas perpajakan.
Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 197/PMK.03/2013, suatu badan usaha dikategorikan sebagai non PKP ketika total peredaran bruto atau omzet dalam satu tahun pajak tidak melebihi ambang batas Rp 4,8 miliar.
Meski badan usaha telah memproduksi, memperdagangkan, atau menyediakan Barang Kena Pajak (BKP) maupun Jasa Kena Pajak (JKP), mereka tidak memiliki kewajiban untuk melakukan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi yang dilakukan.
Status non PKP nantinya dapat berubah menjadi PKP ketika omzet tahunan perusahaan melampaui batasan yang telah ditetapkan pada peraturan di atas.
Kewajiban Pajak Badan Usaha Non PKP
Meskipun berstatus non PKP, perusahaan tetap memiliki kewajiban pajak yang harus dipatuhi, yaitu:
1. Pajak Penghasilan (PPh) Final
Perusahaan non PKP wajib membayar PPh Final dengan tarif yang ditetapkan sebesar 0,5% dari omzet.
Hal tersebut merupakan bentuk pajak yang lebih sederhana dibandingkan dengan PPN serta dirancang untuk mendukung pengusaha kecil dalam mengembangkan usaha.
2. Tidak Memungut PPN
Perusahaan non PKP tidak diperbolehkan untuk memungut PPN atau menerbitkan faktur pajak.
Jika mereka melanggar ketentuan ini, dapat dikenakan sanksi pidana.
3. Pelaporan Sederhana
Mereka tidak diwajibkan untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) masa PPN, sehingga mengurangi biaya kepatuhan perpajakan.
Keuntungan dan Kerugian Badan Usaha Non PKP
Setelah membahas kewajiban, kini saatnya mengetahui kelebihan dan kekurangannya.
Kelebihan dan kekurangan mereka adalah:
Keuntungan
1. Administrasi Sederhana
Tanpa kewajiban memungut dan melaporkan PPN, perusahaan non PKP dapat mengurangi kerumitan dalam pembuatan administrasi perpajakan.
2. Harga Jual Kompetitif
Karena tidak ada PPN yang dikenakan, harga barang atau jasa dapat lebih rendah sehingga memberikan daya saing di pasar.
Kerugian
1. Kesulitan dalam Kerja Sama Bisnis
Perusahaan non PKP mungkin menghadapi tantangan saat bertransaksi dengan perusahaan besar atau pemerintah yang biasanya hanya bekerja sama dengan PKP.
2. Administrasi Perpajakan Tidak Fleksibel
Meskipun administrasi perpajakan menjadi lebih sederhana, badan usaha non PKP tidak memiliki fleksibilitas dalam mengatur pajak yang kompleks seperti badan usaha PKP.
Hal ini akhirnya membatasi opsi strategis dalam pengelolaan keuangan dan investasi bisnis perusahaan.
Proses Badan Usaha Non PKP Menjadi PKP
Terdapat serangkaian prosedur yang harus diikuti bagi perusahaan yang ingin mengubah status badan usaha menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Langkah pertama adalah melakukan pendaftaran ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat.
Dalam proses ini, perusahaan wajib mengajukan permohonan untuk memperoleh dua dokumen penting: Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP).
Setelah itu, proses pengukuhan status PKP ini akan diproses oleh kantor pajak dengan jangka waktu maksimal lima hari kerja.
Selama periode ini, pihak kantor pajak akan melakukan verifikasi dan validasi terhadap seluruh dokumen yang diajukan.
Kesimpulan
Badan usaha non Pengusaha Kena Pajak berperan penting dalam ekosistem perpajakan Indonesia, khususnya bagi pengusaha UMKM.
Dengan memahami kewajiban, hak, keuntungan, dan kerugian status non PKP, kamu dapat membuat keputusan strategis yang sesuai dengan kebutuhan bisnis.



