PIRT dan BPOM merupakan dua entitas izin yang masih sulit dibedakan oleh pelaku usaha olahan pangan.
Padahal, usaha pangan olahan merupakan salah satu bidang yang memiliki daya tarik besar di kalangan pelaku bisnis.
Artikel kali ini akan memberikan penjelasan perbedaan PIRT dan BPOM agar memudahkan kamu dalam membedakan keduanya.
Perbedaan PIRT dan BPOM
Perbedaan PIRT dan BPOM hadir pada proses produksi olahan pangan.
Produk pangan yang mendapatkan izin edar BPOM wajib diproduksi pada area yang berbeda dari tempat tinggal atau memiliki lokasi tersendiri.
Proses pembuatan pangan olahannya pun dapat memakai cara manual, semi otomatis, otomatis, atau menggunakan teknologi khusus.
Lain halnya dengan BPOM, untuk produk pangan olahan yang memiliki izin PIRT, pembuatannya harus dilakukan di lokasi tempat tinggal pribadi, yakni di rumah sendiri.
Cara produksinya melibatkan tahap-tahap yang dilakukan secara manual hingga semi otomatis.
Jenis Olahan Izin Edar BPOM
Semua olahan pangan yang diproduksi di Indonesia maupun hasil impor yang dikhususkan untuk diperjualbelikan, wajib memiliki izin edar.
Berikut ini undang-undang bagi jenis pangan olahan yang wajib memiliki izin edar.
Pasal 2 ayat (1) dan (2) PBPOM No.27/2017
- Olahanan makanan dan minuman fortifikasi.
- Makanan yang wajib Standar Nasional Indonesia (SNI) (contohnya minyak goreng sawit, air mineral, kopi instan, tepung terigu).
- Pangan program pemerintah.
- Pangan yang ditujukan untuk uji pasar.
- Bahan Tambahan Pangan (BTP).
Namun, ketentuan di atas memiliki pengecualian sesuai pasal berikut ini:
(Pasal 3 ayat (1) PBPOM No.27/2017):
- Pangan olahan yang diproduksi oleh industri rumah tangga.
- Mempunyai masa simpan kurang dari 7 (tujuh) hari.
- Diimpor dalam jumlah kecil.
- Digunakan lebih lanjut sebagai bahan baku.
- Dikemas dalam jumlah besar dan tidak dijual secara langsung kepada konsumen akhir.
- Dikemas langsung di hadapan pembeli dalam jumlah kecil.
- Pangan siap saji.
- Mengalami pengolahan minimal (pasca masa panen).
Jenis Olahan PIRT
Izin yang diterbitkan untuk PIRT berdasarkan PBPOM No.22/2018 dikualifikasikan menjadi 15 (lima belas) jenis, yaitu:
- Hasil olahan daging kering.
- Hasil olahan perikanan.
- Hasil olahan unggas dan telur.
- Hasil olahan buah.
- Hasil olahan sayur.
- Hasil olahan rumput laut.
- Tepung dan hasil olahannya.
- Minyak.
- Gula dan kembang gula.
- Coklat.
- Kopi dan teh kering.
- Bumbu dan rempah.
- Minuman serbuk dan botanikal.
- Hasil olahan biji-bijian.
- Kacang-kacangan dan umbi.
Sementara jenis pangan olahan yang tidak diperbolehkan mendapatkan SPP-IRT berdasarkan buku elektronik BPOM Pedoman Mendapatkan Sertifikat Pemenuhan Komitmen Produksi Pangan Olahan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT), antara lain:
- Makanan dan minuman proses fortifikasi.
- Olahan pangan yang harus punya SNI.
- Olahan pangan yang harus mencantumkan klaim.
- Makanan dan minuman yang diimpor.
- Makanan dan minuman yang melewati proses sterilisasi komersial atau pasteurisasi.
- Frozen food (makanan beku).
- Pangan olahan asal hewan yang disimpan dingin/beku.
- Pangan olahan untuk Keperluan Gizi Khusus.
- Bahan Tambahan Pangan.
- Pangan Iradiasi.
- Pangan Organik.
Kesimpulan PIRT dan BPOM
Itulah perbedaan mendasar antara PIRT (Produk Industri Rumah Tangga) dan izin edar yang dikeluarkan oleh BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan).
Memahami perbedaan ini sangat penting untuk kamu sebelum mendaftarkan legalitas usaha panganmu.
Kamu juga akan lebih siap dalam memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk mendapatkan izin sesuai dengan jenis produk bisnismu tawarkan.



