Undang-Undang PT Terbaru: Dampaknya bagi Dunia Usaha

Undang-Undang PT Terbaru: Detail dan Dampaknya bagi Dunia Usaha

Mendirikan Perseroan Terbatas (PT) di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari aturan hukum yang berlaku. Landasan utama yang menjadi rujukan adalah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Kemudian mengalami beberapa perubahan penting melalui Undang-Undang Cipta Kerja serta Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023.  Aturan ini tidak hanya mengatur prosedur pendirian perusahaan, tetapi juga menetapkan hak dan kewajiban pemegang saham, peran Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), kewajiban penyampaian laporan tahunan, hingga tata cara pembubaran perusahaan.  Pemahaman ini penting karena kepatuhan terhadap regulasi akan mempengaruhi kelancaran operasional bisnis serta memberikan perlindungan hukum yang lebih kuat. Sekilas Tentang UU PT No. 40 Tahun 2007 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menggantikan UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.  UU ini memberikan landasan hukum bagi PT sebagai badan hukum, menetapkan organ PT (RUPS, Direksi, dan Dewan Komisaris), tanggung jawab pemegang saham, kewajiban anggaran dasar, laporan keuangan, dan pembubaran perusahaan. Sejak disahkannya UU Cipta Kerja lewat UU No. 11 Tahun 2020, yang kemudian dikukuhkan/perbaiki melalui UU No. 6 Tahun 2023. Terdapat beberapa perubahan dalam UU PT agar lebih fleksibel, terutama untuk usaha mikro dan kecil.  Perubahan Penting dalam UU PT Pasca-Cipta Kerja Beberapa perubahan utama yang diperkenalkan oleh UU Cipta Kerja (dan penetapannya menjadi UU No. 6 Tahun 2023) terhadap UU PT No. 40/2007 antara lain: 1. PT Perorangan  Sebelum adanya UU Cipta Kerja, pendirian PT diatur dalam UU PT No. 40 Tahun 2007 yang mewajibkan minimal dua orang pendiri.  Artinya, meskipun usaha hanya dijalankan oleh satu orang, tetap harus “meminjam nama” orang lain untuk memenuhi syarat. Dengan lahirnya Pasal 153A – 153J UU PT hasil perubahan, diperkenalkan konsep PT Perorangan khusus untuk Usaha Mikro dan Kecil (UMK).  Cukup satu orang pendiri sekaligus pemegang saham, dengan akta pendirian yang lebih sederhana.  Dokumen tidak lagi berupa akta notaris, melainkan cukup pernyataan pendirian yang didaftarkan secara elektronik di sistem AHU Kemenkumham.  Hal ini jelas memotong biaya dan birokrasi, sehingga memudahkan pelaku UMK memperoleh status badan hukum. 2. Pendaftaran dan Status Badan Hukum PT Dalam UU No. 40 Tahun 2007, status badan hukum PT baru diakui setelah adanya pengesahan oleh Menteri Hukum dan HAM.  Proses ini dulu dianggap memakan waktu karena harus melalui tahapan verifikasi administratif yang cukup panjang. Setelah perubahan oleh UU Cipta Kerja, sistemnya menjadi lebih modern dan cepat.  Status badan hukum PT langsung diperoleh setelah pendaftaran secara elektronik melalui Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) dan diterbitkannya sertifikat pendaftaran elektronik.  Dengan kata lain, bukti pendaftaran elektronik sudah cukup untuk menegaskan kedudukan badan hukum, tanpa menunggu keputusan pengesahan dalam bentuk surat resmi.  Ini mempercepat lahirnya badan hukum baru, terutama bagi UMK. 3. Modal Dasar PT Lebih Fleksibel Pada aturan lama (Pasal 32 UU No. 40 Tahun 2007), modal dasar PT ditentukan minimal Rp 50 juta.  Dari jumlah tersebut, 25% wajib disetor penuh saat pendirian.Ketentuan ini dianggap memberatkan UMK yang ingin berbadan hukum PT.  Melalui perubahan Pasal 32 oleh UU Cipta Kerja, ketentuan modal dasar menjadi lebih fleksibel.  Besaran modal dasar ditentukan berdasarkan kesepakatan para pendiri PT yang dituangkan dalam anggaran dasar.  Untuk UMK yang mendirikan PT Perorangan, modal tidak lagi diwajibkan dalam jumlah tertentu, bahkan bisa mulai dari nominal kecil sesuai kemampuan.  Dengan demikian, barrier untuk mendirikan PT semakin rendah, dan lebih banyak pelaku usaha bisa mengakses status badan hukum. Hak dan Kewajiban dalam Undang-Undang PT Terbaru Beberapa hak dan kewajiban pemegang saham dan organ PT menurut UU PT No. 40/2007 yang diperkuat dengan perubahan: – Hak Pemegang Saham Pemegang saham berhak atas informasi laporan tahunan, laporan keuangan, laporan tugas pengawasan Dewan Komisaris, dan hak mendapatkan dividen jika Perseroan memiliki laba bersih yang positif.  Organ RUPS memiliki kewenangan menyetujui laporan tahunan dan pengesahan laporan keuangan. – Kewajiban Direksi Direksi wajib membuat laporan tahunan paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku berakhir. Laporan tahunan harus telah ditelaah oleh Dewan Komisaris sebelum disampaikan ke RUPS.  Laporan tahunan meliputi laporan keuangan (neraca, laba rugi, arus kas, perubahan ekuitas), kegiatan Perseroan, tugas pengawasan, gaji/tunjangan direksi dan komisaris, dan laporan mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. – Tanggung Jawab Pemegang Saham  Pemegang saham memiliki tanggung jawab terbatas terhadap jumlah setoran sahamnya, kecuali dalam kondisi tertentu. Misalnya bila ada penyalahgunaan badan hukum, percampuran harta, atau tindakan lain yang memunculkan tanggung jawab lebih. Proses Pendirian dan Perubahan PT Berdasarkan UU PT Prosedur pendirian dan perubahan PT menurut UU PT No. 40/2007 yang diperbarui: Setelah akta dan anggaran dasar lengkap, dilakukan pendaftaran kepada Menteri melalui sistem administrasi badan hukum agar memperoleh status badan hukum. Setelah itu perubahan harus dilaporkan/pemberitahuan kepada Menteri. Pembubaran PT menurut UU No. 40 Tahun 2007 Pembubaran Perseroan Terbatas (PT) diatur secara jelas dalam Pasal 142 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007.  Keputusan untuk membubarkan PT hanya dapat diambil melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagai organ tertinggi dalam perseroan.  Ada beberapa sebab yang dapat memicu pembubaran, antara lain berakhirnya jangka waktu yang tercantum dalam anggaran dasar, adanya putusan pengadilan, kondisi pailit yang tidak mencukupi biaya kepailitan, atau keadaan insolvensi di mana perusahaan tidak lagi mampu memenuhi kewajibannya.  Setelah RUPS menyetujui pembubaran, perusahaan wajib menjalani proses likuidasi.  Tahap ini bertujuan untuk menyelesaikan seluruh kewajiban, membereskan aset, serta menuntaskan hak dan kewajiban terhadap pihak ketiga.  Barulah setelah proses likuidasi selesai, status badan hukum PT resmi dicabut sehingga perusahaan dianggap tidak lagi ada secara hukum. Kewajiban Laporan Tahunan PT Sesuai UU PT 2007 dan Perubahannya Setiap Perseroan Terbatas (PT) wajib menyusun laporan tahunan sebagai bentuk pertanggungjawaban kinerja perusahaan.  Laporan ini dibuat oleh Direksi dan, apabila perusahaan memenuhi kriteria tertentu, harus diaudit terlebih dahulu.  Setelah selesai, laporan tahunan harus diajukan kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) paling lambat enam bulan setelah tahun buku berakhir.  RUPS kemudian bertugas menyetujui laporan tahunan sekaligus mengesahkan laporan keuangan.  Seluruh anggota Direksi dan Dewan Komisaris wajib menandatangani laporan tersebut; jika ada yang tidak menandatangani, harus disertai alasan tertulis.  Kewajiban ini semakin diperkuat dengan berbagai aturan turunan, seperti PP No. 64/1999, Permendag No. 25/2020, serta UU Cipta Kerja jo. UU No. 6/2023, terutama untuk perseroan publik atau perusahaan yang memiliki aset dan omzet besar.  Dengan aturan ini, laporan tahunan bukan sekadar formalitas, melainkan instrumen penting untuk

Urus Legalitas Usaha,
Ya Mending ke VALEED Aja!

KONSULTASI SEKARANG

jasa pembuatan pt
jasa pembuatan pt

CV Kawan Berkarya Bersama

Menara Selatan BpJamsostek Lantai 12 Jl. Gatot Subroto, Kav.38, RT006/RW001, Kel. Kuningan Barat, Kec. Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, DKI Jakarta, 12710

Navigasi

Terdaftar di

Copyright © 2024 Valeed