Cara Membuat Laporan SPT Tahunan dan Menghitung PPh Badan

Cara Membuat Laporan SPT Tahunan dan Menghitung PPh Badan

Laporan SPT tahunan merupakan kewajiban bagi para wajib pajak. Namun, dalam dunia perpajakan, dua istilah yang masih sering menimbulkan kebingungan adalah pencatatan dan pembukuan pajak.  Meskipun kedua istilah ini lebih umum dikenal pada ilmu akuntansi, namun keduanya memiliki peran penting dalam sistem perpajakan. Bagi wajib pajak, terutama para pengusaha, pembukuan dan pencatatan merupakan proses krusial yang tidak boleh diabaikan.  Kedua proses ini berfungsi sebagai landasan untuk menghitung pajak terutang.  Oleh karena itu, pemahaman yang tepat tentang perbedaan dan penerapan kedua istilah ini sangat penting untuk memastikan kepatuhan pajak yang akurat. Konsep Penting Laporan SPT Tahunan Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2007, yang merupakan perubahan terbaru dari UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, terdapat dua konsep penting dalam pembuatan laporan SPT Tahunan: Kedua konsep ini memberikan kerangka bagi wajib pajak dalam melaporkan aktivitas keuangan mereka untuk tujuan perpajakan, memastikan transparansi, dan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku. Perbedaan Pembukuan dan Pencatatan Cakupan: Output: Laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi. Kewajiban: Tarif PPh Badan: Cakupan: Penghasilan, termasuk yang bukan objek pajak atau dikenai pajak. Kewajiban: Catatan: Setelah masa berlaku berakhir, akan dikenakan tarif PPh Badan normal (Pasal 17). Cara Menghitung PPh Badan Bagi entitas bisnis, perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Badan merupakan aspek krusial dalam pelaporan pajak.  Proses ini memberikan estimasi pasti mengenai kewajiban pajak yang harus dipenuhi. Wajib Pajak (WP) Badan dengan peredaran bruto maksimal Rp50 miliar memperoleh insentif berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif PPh Badan standar.  Fasilitas ini berlaku untuk Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang berasal dari peredaran bruto hingga Rp4,8 miliar. Terdapat dua metode untuk menghitung PPh Badan dengan memanfaatkan pengurangan tarif ini, yaitu:  Untuk perusahaan dengan pengedaran bruto kurang dari Rp4,8 Miliar, pengurangan tarif dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut: PPh Terutang = (50% X 25 % X PKP) Contohnya PT MAJU BERSAMA pada tahun pajak 2023 memiliki peredaran bruto sebesar Rp4,2 Miliar dan Penghasilan Kena Pajak (PKP) sebesar Rp600 Juta. Maka PPh terutangnya dapat dihitung sebagai berikut: PPh Terutang = (50% X 25% X PKP)  PPh Terutang = (50% X 25% X Rp600 Juta)  PPh Terutang = 0,5 X 0,25 X Rp600.000.000  PPh Terutang = Rp75.000.000 Jadi, PPh terutang PT MAJU BERSAMA untuk tahun pajak 2023 adalah Rp75 Juta. Untuk perusahaan peredaran bruto lebih dari Rp4.8 Miliar hingga kurang dari Rp50 Miliar, pengurangan tarif dapat dihitung dengan rumus berikut: PPh Terutang = [(50% X 25%) X PKP Terutang (Fasilitas)] + [25% X PKP Terhutang (Tidak Fasilitas)] Contohnya PT SEHAT ABADI pada tahun pajak 2023 memiliki peredaran bruto sebesar Rp40 miliar dan PKP sebesar Rp5 miliar. Perhitungan PPh terutangnya adalah sebagai berikut: (Rp4.800.000.000 : Rp40.000.000.000) x Rp5.000.000.000 = Rp600.000.000 Rp5.000.000.000 – Rp600.000.000 = Rp4.400.000.000 a. Fasilitas:  (50% x 25%) x Rp600.000.000 = Rp75.000.000  b. Tidak Fasilitas 25% x Rp4.400.000.000 = Rp1.100.000.000 Rp75.000.000 + Rp1.100.000.000 = Rp1.175.000.000 Jadi, PPh terutang PT SEHAT ABADI  untuk tahun pajak 2023 adalah Rp1.175.000.000.

Mari Mengenal dan Memahami Tarif Pajak Penghasilan Badan

Mari Mengenal dan Memahami Tarif Pajak Penghasilan Badan

Tarif Pajak Penghasilan Badan, yang awalnya diatur dalam UU Pajak Penghasilan, telah mengalami penyesuaian melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).  Di Indonesia, kewajiban melaporkan penghasilan tahunan ini telah menjadi bagian integral dari lanskap bisnis sejak era reformasi.  Peraturan perpajakan, yang diatur ketat dalam undang-undang, mencakup tarif dan metode perhitungan yang spesifik. Mari kita bahas lebih lanjut mengenai Pajak Penghasilan di bawah ini! Apa Itu Tarif Pajak Penghasilan Badan? Sistem perpajakan di Indonesia menerapkan prinsip Worldwide Income dalam pengenaan pajak penghasilan.  Prinsip ini menyatakan bahwa seluruh peningkatan kemampuan ekonomis Wajib Pajak (WP), baik yang bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri, diakumulasikan sebagai Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Pajak Penghasilan (PPh) Badan dibebankan atas Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang diperoleh Wajib Pajak Badan selama satu tahun pajak, tanpa adanya pengecualian. Pemerintah telah menetapkan diferensiasi tarif PPh berdasarkan skala usaha.  Sebagai contoh, Wajib Pajak Badan UMKM dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar dan belum wajib melakukan pembukuan, diberikan opsi untuk memanfaatkan tarif PPh Final sebesar 0,5%. Penerapan PPh Final ini bersifat opsional sehingga memberikan keleluasaan bagi Wajib Pajak Badan UMKM untuk memilih antara tarif tersebut atau menggunakan tarif PPh normal. Tarif normal ini mengalami penyesuaian dari 25% menjadi 22% untuk tahun pajak 2020-2021, dan turun menjadi 20% mulai tahun 2022. Berapa Besaran Tarif PPh Badan? Tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan di Indonesia telah mengalami beberapa kali penyesuaian yang bertujuan untuk menciptakan iklim bisnis lebih kondusif. Berdasarkan data terbaru, evolusi tarif PPh Badan menunjukkan tren penurunan yang cukup signifikan.  Dimulai pada tahun 2009 dengan tarif sebesar 28%, kemudian turun menjadi 25% pada tahun 2010. Penurunan berlanjut pada tahun 2020 dan 2021, di mana tarif ditetapkan sebesar 22%. Namun, sejak tahun 2022, tarif PPh Badan di Indonesia sebenarnya masih tetap 22%, Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan pada Oktober 2021. Khusus untuk Wajib Pajak Badan berbentuk Perseroan Terbuka (Tbk), terdapat insentif berupa pengurangan tarif sebesar 3% dari tarif normal, dengan syarat memenuhi kriteria tertentu.  Pengenalan PPh 25 Dalam sistem perpajakan Indonesia, Pajak Penghasilan (PPh) memungkinkan pembayaran secara bertahap melalui mekanisme angsuran.  Ketentuan ini telah diatur dalam PPh Pasal 25 yang mewajibkan Wajib Pajak (WP) untuk membayar pajak penghasilan secara berkala sepanjang tahun fiskal berjalan. Tujuannya adalah untuk meringankan beban finansial WP dan memastikan kepatuhan tepat waktu dalam pembayaran pajak.  Batas waktu pembayaran PPh 25 paling lambat pada tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak yang bersangkutan.  Keterlambatan dalam pembayaran mengakibatkan pengenaan sanksi pajak dan dihitung per bulan, terhitung sejak tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran aktual dilakukan. Penting untuk dicatat bahwa perhitungan PPh 25 harus didukung oleh pembukuan yang akurat dan dapat diverifikasi kebenarannya. 

Urus Legalitas Usaha,
Ya Mending ke VALEED Aja!

KONSULTASI SEKARANG

jasa pembuatan pt
jasa pembuatan pt

CV Kawan Berkarya Bersama

Menara Selatan BpJamsostek Lantai 12 Jl. Gatot Subroto, Kav.38, RT006/RW001, Kel. Kuningan Barat, Kec. Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, DKI Jakarta, 12710

Navigasi

Terdaftar di

Copyright © 2024 Valeed